Jumat, 01 April 2011

SURAT UNTUK TUHAN


Oleh: Sangodaligo Mendrofa
STT APOSTOLOS JAKARTA

Jl. Taman Alfa Indah Blok J1, no.39-42 Petukangan Utara, Jak_Sel
Telp. 021-5870 839, Hp. 0852 1586 4063

Sejak Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai Presiden RI selama 2 periode berturut-turut, ada banyak peristiwa yang terjadi di tanah air Indonesia kita ini. Rakyat banyak menderita, kekurangan ekonomi, penindasan, dan bencana terjadi dimana-mana, baik dari sabang sampai merauke. Belum lagi para pejabat-pejabat yang banyak memakan uang rakyat, banyak menyalah gunakan uang rakyat, korupsi dimana-mana, sampai-sampai rakyat miskin dan menderita tidak berdaya. Apakah Negara kita sudah tidak aman lagi?
Juga kericuhan terjadi dimana-mana, pemerontakan terjadi, pertikaian antar suku pun ikut-ikutan terjadi, tawuran dimana-mana, penindasan terhadap agama juga terjadi. Apa yang perlu dipersiapkan oleh kita?
Ide sudah punah. Harapan sudah tak ada lagi. Pengangguran terjadi di masing-masing daerah. Penyakit terjadi dimana-mana. Apa lagi ya…???
***
Keputusasaan itu sempat terbayang di dalam pikiranku. Di waktu sunyi-sepi. Tak ada suara pun yang terdengar olehku selain suara jangkrik di malam hari yang mengais kedinginan. Angin malam pun berhembus di telingaku, seakan-akan ingin membisikkan akan harapan yang aku lakukan. Denyut jantungku pun berdetak kencang, dan terus…terus…dan terus lagi. Betul, ia ingin memberitahukan kabar tidak sedap untuk di pandang mata.

Air mataku pun mulai mengalir membasahi pipi… seketika itu suara hatiku berkata: oh….TUHAN, apakah masih ada harapan? Apakah engakau masih mau mendengarkan aku? Bagaimana seandainya aku dapat mengirimkan sebuah surat untuk dapat engkau baca.
Ide gilaku pun mulai keluar… di tengah kesunyian tadi, tiba-tiba situasi berubah dratis dalam sekejap menjadi lebih ribut. Itu disebabkan oleh aku sendiri.
Suaraku memanggil “Yesus Dengarkan Aku” pun sering terucap dalam bibirku.
Lalu aku berkata kemudian: “Aku ingin Mengirimkan Engkau sepucuk Surat, supaya Engkau dapat membacanya”….
TUHAN…TUHAN…TUHAN… aku tahu, Engkau pasti mendengarkanku….
TUHAN… TUHAN… TUHAN… dimanakah Engkau berada saat ini….????
***

Nada, kata, dan suara yang semakin keras itupun mulai bertambah. Tetangga sebelah berhamburan keluar, menyaksikan diriku yang lagi dalam kebingungan.
Mereka hanya dapat berkata: “ turunlah, berhentilah dari rasa gila mu itu.”
Engkau masih di dengarkan Tuhanmu, turunlah.
Kata-kata tetangga itu pun tak di hiraukan olehku. Aku menganggap mereka benda mati yang tiada artinya. Aku menganggap bahwa mereka orang yang paling gila dari pada Aku. Aku hanya ingin Tuhan mendengarkan seruanku, dan sepucuk suratku pun dapat tersampaikan kepadanya, serta bangsaku dapat hidup nyaman, aman, tentram, dan penuh dengan kedamaian. Itu yang ingin aku rasakan.
Tuhan, aku tahu Engkau berada di atas sana, aku tau Engkau mendengarkanku, aku tau Engkau sedang memandangku dari atas sana. Tetapi hanya satu pintaku, Engkau hadir di hadapanku, dan membaca sepuck suratku Tuhan…..
***
Dengan deraian airmata dan isap tangis yang tiada henti terus terjadi di dalam hidupku. Tetangga-tetangga yang telah berkumpul depan rumahku terharu dan bingung akan tingkahku yang membuat mereka jengkel.
Mereka bertanya dengan satu sama lain: apa yang terjadi denganya ya? Apakah yang ia inginkan dengan Tuhannya ya? Atau jangan-jangan dia gila dengan agamanya tersebut. Itupun terucap di bibir mereka dengan bergantian.
Akupun tak menghiraukan mereka. Akupun tak meladeni mereka. Aku pun tak menghabiskan waktu dengan mereka. Karena aku hanya mau tetap pada prinsipku semula.
Salah seorang dari tetangga ku berkata: Emangnya lu mau bilang ape ke Tuhan lu? Mangnya Tuhan lu bisa ngebaca tulisan lu? Jangan gila dong….??? Kata-kata itupun terus dan terus terdengar dalam telingaku, dan membuat aku semakin gila lagi.
Tetapi aku hanya dapat berkata kepada mereka: Aku hanya ingin Tuhan membaca sepucuk suratku dan melihat negriku yang penuh degan bencana, tawuran, pembunuhan, kekerasan, kemiskinan, korupsi. Dan ini semua tak adil bagiku. Dan ini membuat aku risau dengan negriku. Itulah yang ingin aku katakana kepada Tuhanku.
Tetangga-tetangga pun terdiam dan tersentak dengan perkataan ku yang konyol dan masuk akal itu. Mereka terus berpikir dan menganalisis setiap kata demi kata yang barusan aku ucapkan. Mereka baru menelaa akan apa artinya.
Lalu salah seorang dari mereka berkata: maksud kamu apa? Apakah ada sangkut pautnya dengan pemerintahan kita ini?

Jawabku: Bukan hanya pemerintah tetapi para pemimpinnya dari atas sampai bawah pun tak ada bedanya. Mereka tidak sadar akan keberadaan mereka. Mereka tidak sadar bahwa hidup mereka tidak

ada gunanya di depan mata orang. Mereka lalu terdiam, dan menyesali akan hidup yang mereka lalui selama ini.
Lalu bertanya lagi: Apakah Tuhanmu sudah membaca suratmu?
Jawabku dengan setenagh suara: Belum.
Tanyak mereka lagi: kapan? Biar kita juga dapat berkonsultasi dengan Tuhanmu.
Lalu yang lain juga bertanya: saya juga mau berkonsultasi dengan Tuhanmu, karena ada banyak sekali beban hidupku.
Yang lain katakan aku juga mau, karena keperluan anak dan istriku tak tercukupi.
Aku mau…aku mau…. Aku mau…..
Dan seraya kata “aku mau” pun semakin membesar dan membesar dan membesar lagi…
Aku hanya dapat berkata dalam hati: “Tuhan… seterusnya, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak bisa berbuat banyak… aku tidak mampu Tuhan… aku tidak mampu…
***
Tetapi sesaat saja aku di bawa rk dalam alam bawah sadarku.
Suara nyaring itu pun memanggilku dengan nada yang halus dan penuh dengan kasih sayang serta berkata: Anakku, Aku percaya engkau mampu dan dapat melakukan apa yang engkau pikirkan saat ini. Jangan takut… jangan cemas… jangan bimbang… dan jangan putus asa. Segala sesuatu yang engkau pikirkan, rancangkan, itu semua ada tujuan dan maksud tersendiri dalam kehidupanmu. Aku menyertai engkau senantiasa. Dengan penuh damai sejahtera, suara itu pun hilang begitu saja. Bagaikan angin yang berhembus sesaat. Hatiku legah, hatiku senang, hidupku telah di peluk oleh-Nya. Tetapi lamunan itu pun tak lama menyentuh tubuhku yang kurus dan kering ini…
***
Ternyata, para tetangga telah menungguku lama, dan melihat aku dengan penuh keheranan. Mereka melihat setiap gerakan yang aku perbuat. Mereka melihat aku yang tersenyum sipu seorang diri. Dan salah seorang dari mereka mendekatiku, dan melihat mataku yang telah tertutup rapat. Lalu membangunkanku dengan suara kencang.
Ia berkata: BBBAAAANNNGGGUUUNNNN.
Sesat itu pun aku terkejut dan tersentak. Orang banyak pun menertawakan ku dengan terbahak-bahaknya. Akhirnya aku hanya dapat senyum melihat mereka.
Mereka pun bertanya, apa yang apa yang kau mimpikan barusan?
Jawabku: Tuhan membisikkan sesuatu bagiku tentang Negara kita..

Tanya mereka: Apa itu…kasih tau dong…
Jawabku: apa yang ku pikirkan, apa yang ku rancangkan dan apa yang ku kehendaki, pasti Tuhan akan campur tangan bagi ku dan bagi kamu sekalian. Apabila kamu ingin mengirimkan surat bagi Tuhanmu, lakukanlah dengan penuh sukacita tanpa adanya paksaan. Dengan demikian Tuhan akan turut hadir padamu.
Pertanyaan…pertanyaan…pertanyaanpun semakin banyak, sehingga tak dapat terkendalikan setiap pertanyaan yang di lontarkan kepadaku. Curhatan demi curhatan pun terjalin, tangisan yang tiada henti terus berdesus hingga fajar pagi pun menyambut kami dengan penuh senyuman.
Satu pinta yang dapat aku sampaikan kepada para tetanggaku adalah:
“Lakukanlah apa yang bisa engkau lakukan,
Perbuatlah apa yang bisa engkau perbuat,
Berilah apa yang bisa engkau beri.
Karena di setiap hembusan nafas dan suara hati mu, Tuhan slalu ada dan mendengarnya.

SEKIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar